Aulia Advertising Biro Iklan Telp 021 93476893, 0813 8468 1151

Selasa, 02 April 2013

Hukum Asas Yang Mendasari Penentuan Gaji



Ijarah adalah akad (transaksi) terhadap jasa tertentu dengan suatu konpensasi. Syaratnya tercapainya keabsahan akad (transaksi) ijarah adalah kelayakan orang yang melakukan akad yaitu masing-masing telah mumayyiz  (usia pra baliq), adanya keridoan kesua belah pihak, yang melakukan akad (transaksi), upah harus jelas. Sabda nabi SAW. Pernah bersabda:
,”apabila salah seorang diantara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberikan upahnya kepadanya (HR ad-Daruqthni, dari Ibnu Majah)
Imam ahmad juga meriwayatkan sebuah hadis abu said Ra:
,”Nabi SAW telah melarang mengkontrak seorang pekerja hingga upahnya jadi jelas bagi perkerja tersebut (HR Ahmad)
Hanya saja, apabila upahnya belum jelas akad(transaksi) ijarah tersebut sudah dilaksanakan, maka akad transaksinya tetap syah. Apabila dikemudian hari ada perselisihan tentang kadar upahnya, maka bisa dikembalikan pada upah yang sepadan (ajr al-mitsli). Apabila upah belum disebut pada akad transaksinya (ijarah) terjadi perselisihan antara ajir dan musta’jir maka dikembalikan pada upah yang sepadan hal ini di qiyaskan dengan terhadap mahar(mas kawin). Sebab mahar bisa  dikembalikan pada mahar yang sepadan ketika mahar tersebut tidak disebutkan, atau ketika terjadi perselisihan terhadap mahar yang sudah disebutkan. Ketentuan ini berdasarkan riwayat dari an nasa’I dan tirmidzi, yang sekaligus mengatakan hadits ini hasan – shahih. Dari riwayat ibnu mas’id disebutkan:
,”ibnu mas ‘ud pernah ditanya mengenai seorang pria yang menikahi seorang wanita. Namun, pria tersebut belum member istrinya shadaqoh (mahar) dan ia pun belum sempat hubungan badan dengan istrinya hingga ia meninggal,  Ibnu mas’ud berkata,”wanita itu berhak mendapat shadaqoh (mahar) yang sepadan sebagaimana saudara-saugara  wanita nya(para muslimah)yang lain, tidak perlu ada pengurangan dan penambahan. Ia pun wajib menjalani  ‘iddah  serta mendapat warisan. Kemudian ma’qol bin sinan as syaja’I berkata,”aku melihat nabi SAW. Pernah memutuskan hal itu terhadap birwa’ binti  wasyiq, salah seorang wanita diantara kami, sebagaimana yang  telah dia alami.”.HR an Nasa’I dan Tirmidzi.
Dengan demikian jika mahar itu konpensasi akad nikah maka setiap konpensasi dalam setiap akad(transaksi) itu bisa dianalogkan pada konpensasi akad tersebut. Oleh sebab itu upah dapat disebutkan menjadi dua yaitu pertama upah yang telah disebutkan(ajirun musamma), kedua upah yang sepadan(ajir al mitsli).
Adapun upah yang sepadan adalah upah yang sepadan dengan kerja atau pekerejaannya sekaligus jika akad ijarahnya menyebutkan jasa kerjanya, atau upah yang sepadan dengan perkerjaannya saja. Pihak yang menentukan upah adalah semata-mata pihak yang mempunyai keahlian, bukan Negara dan juga bukan kebiasaan penduduk suatu Negara, melainkan mereka yang ahli  dalam menangani upah kerja ataupun perkerjaan. Yang hendak diperkirakan upahnya. Adapun para ahli yang untuk menentukan pijakan upahnya  adalah jasa, baik jasa kerja ataupun jasa perkerjaan. Dala menentukan upah kerja atau upah  perkerjaan para ahli akan memperhatikan nilai jasanya ditenggah-tenggah masyarakat. Jika terjadi perselisihan maka dalam menentukan nilai jasa tidak bisa pakai argumentasi atau hujjah tertentu. Akan tetapi cukup dengan pendapat para ahli tersebut. Pasalnya masalahnya menyangkut ilmu pengetahuan atas suatu jasa, bukan masalah membangun argumentasi atas ukuran jasa tertentu. Sebab upah bisa berbeda beda berdasarkan perbedaan kerja dan perkerjaan serta waktu dan tempat. Adapun ahli yang memperkirakan upah yang sepadan seharusnya dipilih oleh kedua belah pihak yang melakukan akad transanksi yaitu pihak ajir dan musta’jir, jika kedua belah pihak belum memilih ahlinya, atau masih berselisih, maka mahkamah atau negaralah yang berhak menentukan ahli baginya.